Jakarta (Metro IDN)
Kejagung tanggapi mengenai tuduhan plagiat atas pendapat tertulis dua ahli hukum pidana, yaitu Prof Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, PhD, yang diajukan di sidang praperadilan tersangka TTL (Tom Lembong) terkait perkara Impor Gula, Jumat, (22/11/2024).
Tuduhan itu dilontarkan kuasa hukum TTL (mantap Menperindag) selaku pemohon, yang mendasarkan keberatannya pada kemiripan poin-poin dalam pendapat tertulis kedua ahli.
“Kami menegaskan, tuduhan itu tidak berdasar karena “Pendapat Tertulis Sebagai Pointer, Bukan Bukti Tertulis”, sebut Kapuspenkum Kejagung Dr Harli Siregar dalam keterangan tertulis via Wa, Selasa(26/11/2024).
Disebutkan, pendapat tertulis yang diajukan para ahli berfungsi sebagai pointer untuk merangkum poin-poin penting sesuai arahan hakim guna mendukung efisiensi persidangan.
Pointer tersebut bukan alat bukti surat sebagaimana diatur dalam KUHAP, melainkan referensi bagi hakim dan pihak-pihak terkait.
Mengenai perbedaan jumlah halaman dan pokok bahasan, pendapat tertulis Prof Hibnu Nugroho terdiri dari lima halaman dengan sembilan pokok persoalan, sedangkan pendapat dari Taufik Rahman mencakup tujuh halaman dengan 18 pokok persoalan.
Menurut Kapuspenkum, hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan substansi, meskipun terdapat kesamaan pandangan dalam beberapa aspek, seperti dasar hukum penetapan tersangka yang mengacu pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014.
Nilai hukum terletak pada keterangan langsung di persidangan. Sesuai Pasal 186 KUHAP, nilai hukum dari keterangan ahli terletak pada pernyataan yang disampaikan secara langsung dalam persidangan.
Dalam kasus ini, kedua ahli hadir di persidangan dan menyampaikan pandangan mereka sesuai keahlian masing-masing. Hakim juga telah menyatakan pointer tertulis tersebut tidak menjadi rujukan dalam penilaian perkara.
Tentang kesamaan pandangan yang muncul di kalangan ahli, justru mencerminkan konsistensi interpretasi hukum dari para ahli terhadap isu-isu yang dibahas.
Kejagung menilai pemohon tidak bisa membedakan antara pendapat ahli dan jawaban tertulis. Pendapat ahli diberikan di persidangan untuk menjawab berdasarkan pendapatnya atas objek gugatan Praperadilan, sementara jawaban, dibuat secara tertulis yang dituangkan point utama saja atas pertanyaan.
Dalam sidang tersebut pihak Termohon (Kejagung) menghadirkan 5 ahli yaitu, Prof Hibnu Nugoro (Ahli Hukum Pidana), Taufik Rahman Ph.D (Ahli Hukum Pidana), Dr Ahmad Redi (Ahli Hukum Administrasi Negara), Evenry Sihombing (Auditor pada BPKP) hadir dalam persidangan.
Sedang Prof Agus Surono (Ahli Hukum Pidana) tidak dapat hadir secara langsung, dan menyampaikan pendapat hukum secara tertulis yang dibacakan dalam persidangan.
Lebih lanjut Kapuspenkum menyampaikan, pada dasarnya ahli yang hadir dalam persidangan tidak perlu dan tidak ada keharusan untuk membuat keterangan secara tertulis, namun untuk efektifitas persidangan hakim yang memeriksa permohonan Praperadilan dalam perkara a quo, meminta kepada Pemohon maupun Termohon agar disiapkan pointer keterangan ahli.
“Kami tegaskan tuduhan plagiat ini adalah upaya yang keliru dalam memahami proses hukum dan peran pendapat ahli di persidangan. Kejaksaan Agung tetap berkomitmen menjalankan tugas dengan profesionalisme dan menjunjung tinggi asas keadilan”, tegas Harli. (MSS/red)