Rumah tangga merupakan tempat dimana kita menemukan rasa aman serta berbagi kasih sayang antar anggota keluarga dalam sebuah bahtera rumah tangga. Namun bagi sebagian orang, rumah tangga justru menjadi awal dari lahirnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang tadinya diharapkan memberi rasa aman berubah menjadi ancaman secara mental, fisik, dan lainnya.
Memang tidak ada definisi tunggal dan jelas berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Namun meskipun demikian, kekerasan dalam rumah tangga secara mendasar biasanya meliputi:
a) kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang menyebabkan kematian,
b) kekerasan psikologis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada perempuan,
c) kekerasan seksual, yaitu stiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual, tanpa persetujuan korban atau disaat korban tidak menghendaki; dan atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban; dan atau menjauhkannya (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya,
d) kekerasan ekonomi, yaitu setiap perbuatan yang membatasi orang (perempuan) untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang dan atau barang; atau membiarkan korban bekerja untuk di eksploitasi; atau menelantarkan anggota keluarga.
Jika mengacu pada Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak per 1 Januari 2025 telah terjadi 22.319 kasus kekerasan di Indonesia, dimana korban laki-laki dan perempuan memiliki presentase 59,4 % berdasarkan data korban menurut tempat kejadian yaitu dalam rumah tangga. Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat bahwa kasus KDRT di Indonesia bukan merupakan hal yang sepele sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius. Untuk itu kali ini kita akan membahas penyebab sehingga terjadi KDRT, dampak yang ditimbulkan bagi korban KDRT, dan terkait upaya penanganan didalam menghadapi KDRT.
1. Penyebab terjadinya KDRT
KDRT merupakan permasalahan yang tak kalah menarik untuk dibahas mengingat kasus KDRT terus mengalami peningkatan setiap saat. Berdasarkan hal tersebut sangat penting mengetahui apa yang menyebabkan terjadi KDRT. KDRT dapat dilakukan melalui kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran ekonomi (nafkah).
Secara mendasar yang menyebabkan terjadi KDRT adalah ketidakmampuan didalam mengontrol diri sendiri sehingga dengan melakukan KDRT menjadi pelampiasan dari ketidakmampuan mengontrol diri tersebut. Manusia yang tidak mampu mengontrol diri sendiri emosinya dapat membuat dia melakukan tindakan-tindakan tanpa pikir panjang yang menyebakna terjadinya tindakan KDRT.
Selain hal tersebut faktor budaya juga dapat mempengaruhi sehingga terjadinya KDRT. Tidak dipungkiri bahwa budaya patriaki turut berkontribusi dalam memicu KDRT. Dalam masyarakat patriaki, laki-laki sering kali diposisikan sebagai pihak superior, sedangkan perempuan dianggap lebih rendah. Kondisi ini menciptakan ketidakadilan gender yang menormalisasi kekerasan, karena laki-laki dianggap memiliki hak lebih besar dalam menentukan aturan rumah tangga.
Masalah ekonomi didalam keluarga juga memiliki peran andil yang menyebabkan terjadinya KDRT. Permasalahan ekonomi dapat disebabkan oleh banyak hal seperti kesulitan mencari lapangan pekerjaan, kemampuan daya beli yang menurun,serta kemampuan ekonomi yang meningkatkan pun juga dapat membuat terjadinya KDRT.
Sepanjang 2025, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Malang tercatat mencapai 53 laporan. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) Kota Malang, Donny Sandito menjelaskan, mayoritas persoalan KDRT berakar dari masalah ekonomi rumah tangga, baik karena pendapatan yang menurun maupun karena pendapatan yang meningkat, justru berujung pada perselingkuhan.
- Dampak yang ditimbulkan bagi korban KDRT
Kasus KDRT merupakan masalah yang tak boleh dianggap sepele. Korban yang mengalami KDRT dapat menjadi cacat, trauma, stress, pembunuhan, serta menganggu proses tumbuh kembang terhadap anak.
- Dampak jangka pendek biasanya berdampak secara langsung seperti luka fisik, cacat, kehamilan, hilangnya pekerjaan, dan lain sebagainya.
- Dampak jangka panjang biasanya berdampak dikemudian hari bahkan berlangsung seumur hidup. Biasanya korban mengalami gangguan psikis (kejiwaan), hilangnya rasa percaya diri, mengurung diri, trauma dan muncul rasa takut hingga
Dari dua hal dampak tersebut, hal yang dikhawatirkan adalah munculnya kekerasan lanjutan. Artinya bahwa korban yang tidak tertangani dengan baik dikhawatirkan menjadi pelaku kekerasan dikemudian hari sebagai bentuk pelampiasan trauma masa lalu.
- Penanganan dalam menghadapi KDRT
KDRT merupakan tindakan yang harus dilawan. Jika tidak, maka korban KDRT akan terus mengalami penindasan yang tidak berujung. Untuk itu upaya penanganan yang baik sangat diperlukan dalam menuntaskan permasalahan KDRT. Dan di dalam penanganan, peran korban KDRT sangat diperlukan dikarenakan menjadi pihak yang langsung terlibat dalam KDRT tersebut. Korban harus memiliki keberanian
untuk melawan tindakan KDRT tersebut. Seebab semakin lama bertahan di dalam situasi KDRT, akan semakin besar bahaya yang mengancam.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan jika menjadi korban KDRT antara lain:
- Beri tahu kondisi Anda pada orang terdekat yang dapat Anda Pastikan pelaku tidak berada di sekitar ketika Anda menginformasikan hal ini.
- Dokumentasikan luka Anda dengan kamera dan simpan dengan hati-
- Catat perilaku kekerasan yang Anda terima beserta waktu
- Hindari melawan kekerasan dengan kekerasan, karena berisiko membuat pelaku bertindak lebih ekstrem.
Korban KDRT dapat melakukan pelaporan kekerasan yang dialaminya kepada Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, Komisi Nasional Perempuan, atau Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di kantor polisi.
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat mengetahui bahwa KDRT dapat disebabkan kehilangan kontrol terhadap diri sendiri, budaya yang telah lama hidup dimasyarakat namun tidak sesuai perkembangan zaman, serta adanya masalah ekonomi.
Selain itu tindakan KDRT juga memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang baik dari segi fisik maupun secara psikologis. Di dalam penanganannya, peran korban KDRT sangat diperlukan dikarenakan menjadi pihak yang langsung terlibat dalam KDRT tersebut, serta korban harus memiliki keberanian untuk melawan tindakan KDRT.
Oleh :
Nicolas Sahat P.S Simarsoit
Aqila Rizky Addini