Jakarta (Metro IDN)
Tiga perkara tindak pidana narkotika disetujui Jaksa Agung melalui melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM- Pidum) Kejagung Prof Dr Asep Nana Mulyana, Senin (5/5/2025), untuk diselesaikan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ), dengan melakukan rehabilitasi terhadap tersangka.
Kapuspenkum Kejagung Dr Harli Siregar dalam keterangan tertulis yang dilansir ke media menyampaikan, pengajuan permohonan penyelesaian perkara berdasarkan RJ itu diselenggarakan pada ekspose perkara, Senin (5/520250.
Pengajuan permohonan RJ itu berasal dari 3 Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia agar tersangka dilakukan rehabilitasi.
Ketiga perkara dimaksud, atas nama tersangka A’an Rido Setyawan bin Andri Hariyono dari Kejari Kebumen, disangka melanggar Kesatu Pasal 112 Ayat (1) Undang- Undang (UU) RI No 35 Tahun 2009 atau kedua Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tersangka Ahmad Purbo Krisnanto bin Nhoorsapto Purbo Trinowo dari Kejari Kota Semarang, yang disangka melanggar Primair Pasal 132 Ayat
(1) jo Pasal 114 Ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Subsidair Pasal 132 Ayat (1) jo Pasal 112 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Lebih Subsidair Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tersangka Dimas Andriansyah bin Sumarno dari Kejari Brebes, yang disangka melanggar Primair Pasal 112 Ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Subsidair Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para tersangka positif menggunakan narkotika.
Dan berdasarkan hasil penyidikan menggunakan metode know your suspect, para tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
Para tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang, dan berdasarkan hasil asesmen terpadu para tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau
penyalah guna narkotika.
Pertimbangan lainnya, para tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh
pejabat atau lembaga yang berwenang, serta para tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika. (red/mss)