dijadikan sekadar formalitas belaka. Tetapi lebih dari itu, harus lebih serius dalam mempertahankan zona integritas sebagai bentuk pembuktian kepada masyarakat, bahwa Kejaksaan memang bebas dari perbuatan culas korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan memberikan pelayanan publik yang berkualitas.
“Hal tersebut disampaikan Jaksa Agung dalam sambutan pada acara Apresiasi & Penganugerahan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM Pelayanan Publik dan Kompetisi Inovasi Tahun 2023 dalam Lingkungan Kejaksaan RI, di Hotel Sheraton Grand Jakarta Gandaria City, Kamis (14/12-2023)”, sebut Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana, sebagaimana dalam siaran
persnya via grup WA kepada wartawan, Jumat (15/12-2023).
Disampaikan, tahun ini terdapat 17 satuan kerja (Satker) dari lingkungan Kejaksaan RI yang memperoleh predikat WBK, yakni 3 Satker yang memperoleh penghargaan Pemantauan dan Evaluai Kinerja Penyelenggara Pelayanan Publik (PEKPPP), 5 Satker menerima penghargaan kategori unit pelayanan Publik (UPP) terbaik kelompok sarana prasarana kaum rentan, serta 3 Satker beserta inovator penerima apresiasi
kompetisi inovasi pelayanan publik tahun 2023.
Satker Jaksa Agung berharap agar penghargaan ini dapat dijadikan
lambang komitmen bersama untuk menjadi ikon birokrasi yang bersih dan
bebas dari korupsi serta mampu berinovasi dalam melakukan pelayanan
publik.
“Predikat penghargaan ini harus mampu dipertahankan dan dibuktikan agar dapat menjadi role model atau panutan yang mampu memberikan motivasi dan menjadi sumber inspirasi bagi seluruh Satker,” kata Jaksa Agung sembari menegaskan, komitmen untuk menciptakan birokrasi yang akuntabel, kredibel, serta pelayanan publik yang prima tidak boleh terhenti.
Di kesempatan itu, Jaksa Agung juga memberikan apresiasi kepada tim
Pengarah Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI yang telah berhasil menjalankan tugas sebagai penggerak Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM di Lingkungan Kejaksaan .
Jaksa Agung mengatakan, tujuan dari lahirnya kebijakan reformasi birokrasi adalah sebagai upaya sistematis, terpadu dan komprehensif untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dalam segi aspek kelembagaan, sumber daya manusia atau aparaturnya, ketatalaksanaan, akuntabilitas, pengawasan hingga pelayanan publik.
“Untuk mendapatkan predikat WBK/ WBBM, setidaknya terdapat dua kompone yang harus dilaksanakan dengan baik, yaitu komponen pengungkit dannkomponen hasil,” ujar Jaksa Agung.
Komponen Pengungkit terdiri dari 8 (delapan) area perubahan yang wajib
untuk dilaksanakan dalam rangka reformasi birokrasi yaitu manajemen
perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan
penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen
aparatur, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan
peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sedangkan komponen hasil, meliputi tiga sasaran utama dari reformasi birokrasi, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan akuntabel, meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
“Sebagai aparatur sipil negara, tentu saja perubahan pola pikir dannbudaya kerja menjadi aspek penting dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Hal ini tergambar dari kesadaran akan kewajiban dalam melaksanakan tugas dan fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat agar pelaksanaan reformasi birokrasi dapat tercapai,” ujar
Jaksa Agung. (red)