Medan (Metro IDN)
Mangihut Sinaga SH MH, anggota DPR RI Komisi 3 (bidang hukum) merespon sekaligus mengapresiasi langkah kerja Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangkap dan menahan hakim, dalam kasus dugaan suap dan atau gratifikasi terkait vonis lepas terdakwa korupsi korporasi perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Sebagai wakil rakyat dari Partai Golkar daerah pemilihan (Dapil) Sumut 3 meliputi wilayah Dairi Pakpak Barat, Karo, Binjai, Langkat, P Siantar, Simalungun, Asahan, Tanjungbalai dan Batubara, Mangihut Sinaga menilai peristiwa yang kini menjadi pemberitaan hangat berbagai media ini, menggoncang dan mengejutkan dunia penegakan hukum.
Soalnya, selain hakim dianggap sebagai wakil Tuhan dan pengadilan benteng penegakan hukum bagi pencari keadilan, kasus penangkapan hakim atau pejabat melibatkan Mahkamah Agung (MA) dan kasus hakim PN Surabaya, belum berselang lama terjadi, sekarang sudah muncul lagi peristiwa penangkapan hakim oleh Kejagung.
Mangihut Sinaga, legislator mantan jaksa yang puluhan tahun berkecimpung di dunia hukum, pernah dua kali Kajati dan terakhir Staf ahli Jaksa Agung, berkenan memberi tanggapannya, saat ditanya usai kunjungan kerja (kunker) spesifik dengan Kajati dan Kajari se Sumut membahas RUU KUHAP baru, di kantor Kejati Sumut, Senin (14/4/2025).
Apa tanggapan Pak Mangihut Sinaga sebagai anggota DPR RI dari Komisi 3 yang membidangi hukum, atas peristiwa Kejagung menangkap hakim terkait kasus tersebut ?
Yang pertama, saya mau katakan di sini mengapresiasi langkah kerja Kejagung yang sangat luar biasa melakukan tugasnya. Dan akurat sekali ya mendapat informasi, dan juga mendapatkan bukti-bukti untuk itu.
Yang kedua, saya sangat prihatin kepada kawan-kawan penegak hukum tentunya para hakim. Artinya baru beberapa bulan kasus MA dan juga Hakim yang di PN Surabaya, masih dalam proses seharusnya kawan-kawan penegak hukum itu bisa bercermin.
Akan tetapi kok malah enggak ada sedikit rasa takutnya, ya? Kok malah bisa mengulangi hal seperti itu? Ini saya enggak mengerti. Ada apa ini kok kawan-kawan tidak mau bercermin kepada kasus yang ada sebelumnya.
Ini yang menjadi suatu tanda tanya dan aneh ya? Seharusnya itu menjadi patokan dan cermin agar kita makin lebih hati-hati.
Ini malah bisa terulang dan telak di depan mata,ya, dengan putusan bebas yang dilakukan oleh mereka bukan murni karena kepentingan hukum semata atau yuridis semata, tetapi karena faktor x, ya?
Kejaksaan bisa memantau, perbuatan-perbuatan mereka lalu dilakukan penangkapan. Sangat miris kita melihat apa apa yang terjadi, fenomena penegakan hukum sekarang ini.
Apa himbauan sebagai anggota DPR Komisi 3 terhadap lembaga MA dengan mencermati kasus ini?
Saya kira begini ya, Ketua MA ini, kan dengan kasus yang terjadi beberapa bulan yang lalu, sudah memberikan teguran bahkan juga pengumuman mengajak supaya mengintropeksi dan menjaga diri.
Saya kira sudah bolak-balik pak Ketua MA itu mengajaknya demikian. Tetapi ini saya kira kembali persoalannya sekarang kepada pribadi-pribadi masing-masing.
Kok enggak bisa sih pribadi masing-masing sedikit mengurangi hawa nafsu, ya? Sehingga mudah tergoda berbuat hal-hal seperti ini.
Ini makin membuat tercorengnya marwah dan martabat lembaga pengayoman itu sendiri.
Gimana mau kita katakan? Artinya, ibarat air yang dalam apa, belum kering ya sudah tumbuh terisi lagi. Nah seharusnya kembali bercermin lah. Saya tidak mau menyalahkan organisasinya, tapi ini kan pembuatan pribadi, ya person.
Marilah teman-teman para penegak hukum sedikit mengurangi atau mundur, lalu menghargai institusi masing masing,
Di satu sisi kejaksaan tidak bisa kita salahkan namanya lah laporan masyarakat. Dan mereka ini juga, alatnya sudah canggih. Begitu ada laporan kepada kejaksaan dipandu dengan alat canggih mereka, bisa terdeteksi , maka dengan mudahnya menemukan barang bukti, dan semuanya sangat-sangat sempurna.
Apa himbauan pak Mangihut ke para hakim di Indonesia dalam hal menangani perkara, sehingga menghindari jeratan?
Kalau saya sih apa mau saya katakan. Saya kira Ketua MA sudah sangat luar biasa selama ini, sudah sangat capek, membuat maklumat mengajak para penegak hukum di lingkungan MA, supaya hati-hati dan betul-betul menjaga harkat dan martabatnya.
Nah itu saya kira sudah. Saya kira semua kita ini sangat prihatin, tinggal sekarang person masing masing aja.
Jadi yang mau kita katakan disini, himbauan kita kembalilah hatinya sedikit merenung. Kalau memang dia salah, ya katakan salah. Kalau memang benar, bilangkan benar jangan karena faktor sesuatu dulu, baru kita buat salah.
Karena situasi sekarang ini, kita juga enggak tahu siapa musuh siapa kawan. Bisa saja yang pemberi suap atau juga orang orang yang terlibat disana yang bocorin. Entah bagaimana atau bagaimana, kita juga nggak tau dimana ini benang merahnya. Setan mana yang berkecimpung disini?
Sebagai yang berpengalaman bergaul sebagai penegak hukum dilapangan, saya ada kecurigaan disitu. Ada setan mungkin diantara pihak pihak yang berkolaborasi. Ada yang nggak ini.
Kok bisa sampai sedetail begitu Kejagung mencari alat bukti dan akurat sekali, jadi mengerikan.
Kalau saya udah lah, mari kita hati hati jaga diri kita. Hargailah jabatan yang sudah diberikan, kita jaga juga martabat keluarga segala macam, itu saja.
Diberitakan media, Kejagung menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas kepada terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.Ketiga tersangka merupakan hakim.
Hal itu disampaikan Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, Senin(14/4/2025) di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan. Dia mengatakan ketiga tersangka adalah hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup dimana penyidik periksa 7 orang saksi, maka pada malam hari tadi sekitar pukul 11.30 WIB, tim penyidik menetapkan 3 orang sebagai tersangka,” katanya.
Dalam kasus suap ini, sudah ada empat orang ditetapkan sebagai tersangka tersangka. Mereka ialah Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
“Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Sabtu (12/4-2025). (red/MMS/dtk)