Jakarta (metroIDN)
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Perlakuan Terhadap Objek Sita Eksekusi Berkaitan dengan Hak-Hak Pihak Ketiga yang Beritikad Baik”.
“FGD berlangsung, Rabu (25/9-2024) di Indonesian Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang”, sebut Kapuspenkum Kejagung Dr Harli Siregar dalam keterangan tertulis via grup Wa press release Kejagung, Kamis (26/9-2024).
Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono yang tampil sebagai Keynote Speaker menyampaikan, tema kali ini sangat menarik karena berkaitan dengan benturan rezim publik keuangan negara dengan rezim privat.
Terkait dengan aset tindak pidana korupsi, menurut Wakil Jaksa Agung, pelaku korupsi akan bertindak cepat dalam mengalihkan aset agar tidak terdeteksi melalui metode money laundring.
Oleh karenanya, Wakil Jaksa Agung meminta penyidik harus lebih cepat dalam menyita aset tersebut.
Sementara itu, JAM-Pidsus Febri Adriansyah menyampaikan, saat ini penanganan perkara tindak pidana korupsi sudah mengalami pergeseran paradigma, dari semula pemidanaan menjadi fokus kepada pemulihan kerugian negara.
Menurutnya, sebagai upaya untuk melaksanakan pemulihan kerugian negara, aparat penegak hukum telah dibekali oleh instrumen penyitaan yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 39 KUHAP untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kewenangan Kejaksaan melaksanakan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan uang pengganti telah dipertegas dalam Pasal 30C huruf g UU Kejaksaan RI.
“Sita eksekusi tidak lagi memerlukan izin penyitaan dari pengadilan, menjadikan Jaksa sebagai eksekutor harus cermat dan melakukan telaah yang mendalam sebelum suatu aset dilakukan sita eksekusi,” ujar JAM-Pidsus.
Selanjutnya, dijelaskan upaya yang dilakukan untuk optimalisasi penyelamatan keuangan negara, yaitu dengan mengoptimalkan penanganan perkara tindak pidana korupsi, yang dilaksanakan melalui strategi pertanggungjawaban pidana, tidak hanya diarahkan kepada subjek hukum orang perseorangan, akan tetapi juga subjek hukum korporasi.
“Pemidanaan dilakukan dengan tujuan tidak hanya diarahkan kepada subjek hukum orang perseorangan, tetapi juga subyek hukum korporasi guna memunculkan efek penjeraan.
Selain itu juga akan menghasilkan pendapatan negara karena korporasi sebagai pelaku tindak pidana akan dihukum untuk membayar denda,” imbuh JAM-Pidsus.
Pada kesempatan ini, JAM-Pidsus juga mengungkapkan bahwa Kejaksaan RI melalui JAM PIDSUS telah menyetorkan Penerimaaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp3,78 triliun.
“Angka tersebut melebihi target PNBP dari tahun sebelumnya,” ujarnya.
Dalam FGD hadir narasumber Hakim Agung Yang Mulia Dr Yanto, H, MH, (Expertise Hukum Agraria dan Hak Tanggungan), Prof Dr Maria, SW Sumardjono, SH, MCL, MPA(Expertise Hukum Bisnis dan Perseroan), Prof Dr Nindyo Pramono, SH, MS, dan Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tedy Syandriadi. (red/MSS)