Medan (MetroIDN)
Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI, Senin (15/7) lalu, jadi moment mendengar penyampaian keprihatinan atas situasi dan kondisi yang dialami industri media massa.
Tetapi belum ada solusi yang pasti menyelesaikan masalah yang dihadapi industri pers atau industri media massa saat ini, yang diperparah kehadiran dan pesatnya kemajuan platfrom digital ataupun media sosial.
FGD yang berlangsung di Aula Serbaguna lantai 2 FISIP USU Medan itu, adalah dalam rangka penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Media Massa yang Bertanggung jawab, Edukatif, Jujur, Objektif dan Sehat Industri (BEJO’S), sebagai salah satu substansi pada Rancangan Teknokratik RP JMN 2025-2029, bidang Politik dan Komunikasi.
FGD dibuka Staf Khusus Menteri PPN/ Kepala Bappenas Dr Sidik Pramono dan Dekan Fakultas FISIP USU Dr Hatta Ridho. Narasumber antara lain Dra Mazdalifah MSi, PhD (Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi USU), Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Sumut Anggia Ramadhan, Ketua PWI Sumut H Farianda Putra Sinik, dengan peserta kalangan akademisi, organisasi pers/ media massa, para unsur pimpinan/ pemilik media massa (cetak, online, tv, radio).
Secara bergilir, beragam persoalan dan tantangan yang sedang dihadapi industri media massa khususnya di Sumut, disampaikan para nara sumber maupun peserta dalam FGD kepada Kementerian PPN/Bapenas RI dalam FGD, sebagai masukan penyusunan rekomendasi kebijakan terkait “Pembangunan Media Massa yang Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri” (BEJO’S).
Salah satu yang menjadi fokus diskusi, terkait media massa konvensional (media cetak/koran) yang semakin terancam dengan pesatnya perkembangan platform digital seperti Youtube, Facebook, Instagram, Tiktok.
Secara finansial, pendapatan iklan surat kabar, radio dan televisi tergerus oleh platform digital. Perusahaan- perusahaan besar saat ini mengalihkan sebagian besar belanja iklannya ke Youtube, Facebook, Instagram dan lainnya, sehingga diharapkan negara perlu hadir mengatasi hal tersebut.
Disampaikan, untuk mengatasi itu bisa dilakukan melalui berbagai mekanisme, seperti subsidi pajak, bantuan keuangan, atau kerjasama berita dan kontrak iklan dari pemerintah.
Dukungan semacam ini membantu media tradisional dan konvensional untuk tetap beroperasi dan menghasilkan konten berkualitas.
Akademisi Mazdalifah, mendukung kebijakan pembangunan media massa yang BEJO’S, tapi harus berbarengan dengan jurnalisme yang berkualitas.
“Kami akademisi mendukung jurnalisme berkualitas, karena memang gagasan dan ide pemberitaan ke arah yang lebih baik harus menerapkan etika jurnalistik menjalankan fungsi pers seperti, informasi mendidik dan menghibur,” ucapnya.
Namun kata dia, hadirnya platform digital, harus diakui orang-orang
saat ini lebih sering membuka Tiktok, Youtube. Dan bila dicek kembali, hal yang sering dilihat pengguna platform digital umumnya konten yang bersifat hiburan.
“Yang dilihat itu yang menghibur, menyenangkan, yang membuat ketawa. Hanya sedikit yang melihat (konten) mendidik,” ungkapnya.
Anggia Ramadhan menyampaikan, kondisi media konvensional saat ini ibarat hidup segan mati tak mau, yang diperparah dengan hadirnya platform digital.
Menurut Ketua KPI Sumut ini, antara media konvensional dan platform digital tidak adil. Ibarat pertarungan, platform digital tidak ada pengawasan. Inilah persoalan yang dihadapi media konvensional.
Media konvensional, banyak mengikuti aturan pemerintah, Kominfo, KPI. Sedang platform digital tidak ada yang mengawasi. Persaingan inilah yang sedang dihadapi media-media konvensional. Sehingga, pemerintah semestinya memberikan rasa berkeadilan antara aturan media
konvensional dan platform digital.
Giliran Ketua PWI Sumut yang juga Ketua SPS Sumut Farianda Putra Sinik sebagai narasumber, menyoroti kondisi ekosistem media pers di Sumut yang saat ini memprihatinkan.
Terlebih pasca Covid-19, membuat keberadaan media konvensional makin tergerus dengan menjamurnya platform digital.
“Berkali-kali saya dengar dalam raker atau seminar SPS Pusat, disebutkan newspaper never dies. Tapi saya lihat banyak juga yang mati.
Ketua PWI Sumut minta ke Bappenas, agar media-media konvensional yang ada di Sumut yang hingga kini masih terus terbit, segera diberi bantuan supaya bisa tetap eksis.
“Sampaikan keluhan kami supaya dibantu agar bisa tetap eksis. Jangan terlalu banyak pajak dan kertas jangan naik. Lindungilah media cetak yang pernah berjuang di negeri ini, kami ini koran- koran pejuang,” ujarnya.
Salah seorang peserta Martohap Simarsoit SH MH, Kepala Biro Redaksi SIB Wil 1 Medan mewakili Pemred SIB GM Immanuel Panggabean BBA, dalam FGD itu berterima kasih karena Kementerian PPN/Bappenas sudah turun mendengar kondisi yang dialami pelaku media massa, apalagi FGD ini sudah seri ke-8.
“Masukan dan keluhan yang didengar Bappenas dalam FGD, ditindak lanjuti sehingga pemerintahan mendatang dapat membuat regulasi dan kebijakan, membantu mengatasi persoalan yang dihadapi industri pers/media massa”, ujar Martohap.
Menurutnya, tidak boleh ada pembiaran, negara musti hadir atas sikon dan masalah yang dihadapi pelaku atau industri pers/media massa. Apalagi dalam FGD ini tadi terungkap, ada media massa yang sempat tidak gajian beberapa bulan.
“Memang berat peran industri pers/ media massa di situasi dan kondisi kurang sehat, dituntut mewujudkan pembangunan media massa yang bertanggung jawab, jujur, edukatif, objektif dan sehari industri,” ujarnya.
Turut memberi masukan, peserta dari Pemred Analisa War Djamil SH, Ketua SMSI Sumut Eris J Napitupulu dan Ketua JMSI Sumut Rianto SH MH.
Dalam FGD yang dipandu Jojo dan dihadiri Perencana Ahli Madya
Ditpolkom Yunes Herawati, juga tampil sebagai nara sumber Dr Immanuel Prasetya Ginting (Anggota Asosiasi Televisi Lokal Indonesia Sumut, Beldi Dimardi Abas dari Dewan Pengawas Persatuan Radio Siaran Swasta
Indonesia (PRSSNI) Sumut dan Iin Sholihin (Pemred Tribun Medan) juga menyampaikan paparannya. (rel/MSS/Manuria/intrt)