Medan (MetroIDN)
Kejati Sumut ekspose (gelar) 5 perkara pidana umum (Pidum) kepada JAM Pidum Kejagung, yang diajukan beberapa Kejari di Sumut untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ).
“Ekspose (gelar) perkara dilakukan secara virtual dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan, Senin (24/6-2024)”, sebut Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan SH MH, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/6-2024).
Ke lima perkara diekspose kepada JAM Pidum Kejagung Prof Dr Asep Nana Mulyana oleh Kajati Sumut diwakili Wakajati Rudy Irmawan dengan didampingi Plh Aspidum yang juga Asintel Andri Ridwan, Koordinator Yos A Tarigan dan para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut.
Disebutkan, ekspose secara virtual itu juga diikut Kajari yang mengusulkan perkaranya untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan RJ, dengan mempedomani persyaratan dalam Perja No 15 Tahun 2020
tentang Penghentian Penuntutan dengan pendekatan RJ.
Ke lima perkara pidum dimaksud yaitu dari Kejari Asahan atas nama tersangka M Syahraja Mangana Awaluddin terkait Pasal 362 KUHP dan dari Kejari Belawan dengan tersangka M Rido Irpan Wahyudi terkait Pasal 44 UU RI No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Dari Kejari Toba Samosir dengan tersangka Jonggara Siahaan terkait pelanggaran Pasal 351 Ayat (2) subs Pasal 351 Ayat (1) KUHP, dari Kejari Medan dengan tersangka Suhendra Als Ari Tato terkait Pasal 351 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP dan dari Kejari Binjai dengan
tersangka Joni Swar terkait pelanggaran Pasal 480 Ayat (1) dari KUHP.e
Setelah diekspose, perkara tersebut memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan humanis yaitu, karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Dan syarat yang terpenting adalah tersangka dan korban saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
“Proses penghentian penuntutan dan perdamaian antara tersangka dan korban, disaksikan keluarga kedua belah pihak dilakukan di kantor Kejari masing-masing.
Hadir juga dalam proses perdamaian dari pihak penyidik, JPU perkaranya, dan tokoh masyarakat,” kata Yos A Tarigan.
Menurut Yos, penghentian penuntutan dengan berdamainya tersangka dan korban, telah membuka ruang yang sah untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat dan mengembalikan ke keadaan semula.
Dan dengan adanya perdamaian, tersangka dan korban tidak ada dendam di kemudian hari.
“Sedang pemidanaan dan melanjutkan perkara ke persidangan akan menyimpan rasa dendam berkepanjangan di kemudian hari.
Dan Perja No 15 Tahun 2020 telah menjadi solusi yang tepat dalam menciptakan suasana damai, kemudian antara tersangka dan korban tidak lagi menyimpan rasa dendam,” tandasnya. (MSS)