Jakarta (metroIDN)
Kejagung menolak 2 pengajuan permohonan penghentian penuntutan
perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) dalam tindak pidana narkotika.
Artinya, berkas perkara 2 tersangka terkait narkotika yang diusulkan Kejari untuk dihentikan berdasarkan RJ, tidak disetujui atau tidak dihentikan penuntutan nya berdasatkan RJ, dan tidak direhabilitasi.
“Jaksa Agung melalui melalui Plt Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menolak 2 pengajuan RJ dalam Tindak Pidana Narkotika, Rabu (5/6-2024)”, sebut Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis via Wa kepada wartawan, Kamis (6/6-2024).
Kedua pengajuan RJ tersebut,atas nama tersangka SMN dari Kejari Pesawaran yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) jo Pasal 132 Ayat (1) Undang- Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika atau Pasal 127 Ayat (1) Huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.
Kemudian atas tersangka AAM dari Kejari Lombok Tengah yang disangka melanggar Pasal 114 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 112 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) huruf A UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
“Alasannya, karena kedua tersangka tidak memenuhi beberapa kriteria yang menjadi persyaratan”, sebut Ketut.
Persyaratan dimaksud yaitu, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, tersangka positif menggunakan narkotika, dan dari hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, serta tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
Kemudian tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari, dan berdasarkan hasil asesmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.
Persyaratan berikutnya, tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang, dan ada surat jaminan Tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya.
Menurut Kapuspenkum Kejagung, tersangka tindak pidana narkotika dapat dihentikan penuntutannya melalui keadilan restoratif, apabila memenuhi
persyaratan berdasarkan Pedoman Jaksa Agun RI Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.(MSS/red)