Jakarta (Metro Idn)
Kejagung menyetujui 39 perkara tindak pidana umum (Pidum), untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan penerapan keadilan restotarif atau restorative justice (RJ), Rabu (3/4-2024).
Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana menyampaikan, penghentian penuntutan perkara 39 tersangka itu atas permohonan berbagai Kejari di Indonesia, dan disetujui Jaksa Agung melalui JAM Pidum Kejagung setelah memenuhi persyaratan sebagaimana menurut Peraturan Kejaksaan (Perja) RI No 15 Tahun 2020.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif antara lain, karena telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan
permohonan maaf.
Lalu tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
“Pertimbangan lainnya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan.
Kemudian tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” sebut Ketut Sumedana dalam siaran persnya via WatsApp, Rabu (3/4-2024).
Selain itu, juga menjadi pertimbangan sosiologis karena masyarakat merespon positif, sebut Ketut Sumedana.
Disampaikan, ke-39 perkara pidum yang dihentikan itu bervariasi mulai dari tindak pidana pencurian, penganiayaan, penadahan, penggelapan, penipuan, pelanggaran UU Perlindungan Anak, kekerasan dalam rumah tangga, pelanggaran lalu lintas atau kelalaian.
Dari 39 perkara yang diusulkan dihentikan itu, tidak ada berasal dari Kejari di Sumut.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan para Kajari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Perja RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (MSS/red)