Medan (metroIDN)
Pakar hukum tata negara Dr Janpatar Simamora MH berpendapat, putusan MK RI yang melarang pengurus partai politik menjabat sebagai Jaksa Agung (JA) patut diapresiasi demi mewujudkan
institusi kejaksaan sebagai lembaga yang merdeka dan independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai aparat penegak hukum(APH).
Menurut dia, merujuk pada Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI ditegaskan, bahwa Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, serta kewenangan lain berdasarkan UU, dimana dalam pelaksanaannya harus bebas dan merdeka serta tidak diintervensi oleh kepentingan pihak manapun.
Ini dikemukakannya menanggapi putusan MK sebagaimana diberitakan pers, tertuang dalam Putusan Nomor 6/PUU-XXII/2024,atas gugatan seorag jaksa bernama Jovi Andreas Bachtiar terhadap UU Kejaksaan.
“UU itu sejalan dengan hakikat kedudukan Kejaksaan sebagai salah satu institusi penegak hukum yang harus berdiri atas dasar kepentingan hukum negara, bukan kepentingan golongan, apalagi kepentingan politik”, kata Janpatar Simamora , yang sehari hari Dekan FH Univ HKBP Nommensen (UHN) Medan.
Menurut dia, putusan MK ini patut dimaknai sebagai upaya menempatkan Kejaksaan agar jauh dari segala bentuk intervensi. Manakala proses hukum terbelenggu oleh intervensi, maka teramat sulit membayangkan tegaknya pilar pilar hukum dan tujuan hukum itu sendiri, baik kepastian, kemanfaatan maupun keadilan.
Janpatar putra asal Dairi ini, lebih lanjut mengatakan, Jaksa Agung yang berasal dari pengurus parpol akan rentan diperhadapkan pada konflik kepentingan, bahkan berpotensi menggiring Kejaksaan sebagai alat politik, padahal kedudukannya jelas merupakan lembaga penegak hukum.
“Memang idealnya, Kejaksaan harus tetap independen dan jauh dari kepentingan politik. Kendati demikian, tentu harus diapresiasi jika ada Jaksa Agung yang selama ini berlatar belakang pengurus partai politik, yang mampu menjaga marwah Kejaksaan sebagai lembaga yg merdeka dan independen. Itu menunjukkan yang bersangkutan mampu menjaga integritas dan mampu menempatkan diri sesuai dengan amanah jabatan yang diemban”, katanya.
Namun lanjut Janpatar, untuk menjaga independensi Kejaksaan dan juga persepsi publik terhadap kinerja korps adhyaksa, maka pucuk pimpinannya harus berasal dari orang orang yang jauh dari konflik kepentingan sehingga benar benar merdeka untuk menegakkan hukum itu sendiri.
Kejagung Sambut Baik Putusan MK
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang Jaksa Agung berasal atau berafiliasi dengan partai politik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Dr Ketut
Sumedana menilai hal ini tentu akan memperkuat independensi Kejaksaan
“Kami menyambut baik putusan MK dimaksud untuk memperkuat
indenpendensi Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum,” kata Ketut saat
dikonfirmasi, Jumat (1/3/2024).
Menurut Ketut, putusan MK ini juga menjadi kesempatan dan harapan bagi jajaran Kejaksaan untuk bisa berkarir hingga menjadi pemimpin di Korps
Adhyaksa. “Harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat kedepannya untuk kelentingan penegakan hukum,” ujar Ketut. (red)